PINTU III
Rasionalisme,
Empirisme dan Kritisisme
A.
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini,
kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat
dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan
indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk
merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja,
tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak dalam ide dan bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran
mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada
kenyataan, kebenaran hanya ada dalam pikiran kita dan hanya diperoleh dengan
akal budi saja. Akal, selain bekerja karena ada bahan dari indera, juga akal
dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama
sekali, jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang
betul-betul abstraks.
Dari penjabaran diatas, yaitu aliran rasionalisme berpendapat bahwa
sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal).
Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal lah yang memenuhi syarat yang
dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak. Teladan yang dikemukakan adalah
ilmu pasti. Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme diantaranya:
1.
Rene Descartes
(1596-1650)
Arti Descrates terletak disini,
bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada pemikiran modern, yang
menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul kemudian
daripada dia, yaitu idealisme dan positivisme.
2.
Gootfried
Eihelm Von Leibniz
Metafisikannya adalah idea tentang
substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Substabsi pada Leibniz
ialah prinsip akal yang mencukupi, yang sederhana dapat dirumuskan “sesuatu
harus mempunyai alasan”.
3.
Blaise Pascal
Filsafat Pascal mewujudkan suatu
dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di dalam realitas hidup
manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu: tertib bendawi, tertib rohani, dan
tertib kasih.
4.
Spinoza
Ajaran Spinoza di bidang metafisika
menunjukkan kepada suatu ajaran monistis yang logis, yang mengajarkan bahwa
dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu substansi tunggal.
B.
Empirisme
kata ini berasal dari kata Yunani empeirisko artinya
pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat parsial.
Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang
lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang
ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda
mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi
berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ
tertentu.
John Locke, bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa
(sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia pada mulanya
kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana, lama-lama menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.
Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia
tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah
pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu:
1.
Kesan-kesan
(impression)
2.
Ide-ide (ideas)
Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah:
1.
Francis Bacon
(1210-1292 M)
2.
Thomas Hobbes
(1588-1679 M)
3.
John Locke
(1632-1704 M)
4.
David Hume
(1711-1776 M)
5.
Herbert Spencer
(1820-1903 M)
Jadi, dalam empirisme sumber utama untuk memperoleh pengetahuan
adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi
banyak, kalaupun ada, itu sebatas ide yang kabur. Namun aliran ini mempunyai
banyak kelemahan, antara lain:
1.
Indera terbatas
2.
Indera menipu
3.
Objek yang
menipu
4.
Berasal dari
indera dan objek sekaligus.
C.
Kritisisme
Aliran ini dimulai di inggris, kemudian prancis dan selanjutnya
menyebar keseluruh eropa, terutama di Jerman. Dijerman pertentangan antara
aliran rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut
otonomi. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di
introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan
menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Pertentangan antara rasionalisme dan
empirisme dicoba untuk diselesaikan oleh Kant dengan kritisismenya. Adapun
ciri-ciri kritisisme diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Menganggap
bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek bukan pada objek.
b.
Menegaskan
keterbatasn kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikiat
sesuatu.
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme dangat bertolak
belakang. Immanuel Kant mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan
filsafatnya yang dinamakan kritisisme. Untuk itulah ia menulis 3 buku yang
berjudul:
1.
Kritik der
Rainen Vernuft (kritik atas rasio murni)
2.
Kritik der
Urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan)
3.
Kritik rasio
praktis
Menurut Kant, dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk
apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek
sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi
realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenali gejala-gejala yang
merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luas dengan bentuk ruang dan
waktu. Melalui filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia
ilmu pengetahuan.
Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari
sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira
telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman.
Dan berikut kami paparkan kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi
antara keduanya:
1.
Kritik Terhadap
Rasionalisme
dalam hal ini ada tiga macam kritik
yang dilontarkan Kant yaitu:
a.
Critique of
Pure Reason (kritik atas rasio murni)
Menurut Kant, baik rasionalisme
maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa
pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesa unsur-unsur apriori
dengan unsur-unsur aposteriori.
b.
Critique of
Practical Reason (kritik atas rasio praktis)
Disamping rasio murni terdapat apa
yang disebut rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita
lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak
kita.
c.
Critique of
judgment atau kritik atas daya pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik
atas rasio murni dan” kritik atas rasio praktis adalah munculnya dua lapangan
tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan
dibidang tingkah laku manusia. Maksud dari kritik of judgement ialah mengerti
ke dua persesuaian ke dua lapangan ini.
Bentuk lain dari dari kritik
terhadap rasionalisme adalah sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
2.
Banyak diantara
manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang
besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
3.
Teori rasional
gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama
ini.
2.
Kritik terhadap
Empirisme
Empirisme
didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
a.
Sekali waktu
dia hanya berarti rangsangan panca indera.
b.
Sebuah teori
yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera kiranya melupakan
kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
c.
Empirisme tidak
memberikan kita kepastian.
3.
Kombinasi
antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat suatu
anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris
dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung
penilaian ini, karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan
pengamatan dan mempergunakan data inderawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar