Rabu, 14 Desember 2016

ILMU PENGETAHUAN DALAM PRESPEKTIF ISLAM

PINTU VI
ILMU PENGETAHUAN DALAM PRESPEKTIF ISLAM
Secara historis, pelaksanaan pendidikan Islam telah mengalami dinamika perkembangan yang pesat sesuai dengan konteks perkembangan zaman kaum muslimin. Prototype pendidikan Islam masa Nabi terus mengalami perkembangan di masa-masa setelah beliau wafat. Perkembangan pendidikan Islam juga diiringi dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir kependidikan Islam. Masing-masing dari pemikir tersebut memiliki konsep pemikiran yang berbeda-beda antara pemikir satu dengan pemikir lainnya. Dan pemikiran-pemikiran tersebut dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan Islam sampai sekarang.
Munculnya dinamika pembaruan pemikiran pendidikan yang dilakukan sejumlah intelektual muslim dari masa ke masa, tidak terlepas dari kondisi objektif sosial-budaya dan sosial-keagamaan umat islam itu sendiri. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dinamika pemikiran intelektual muslim merupakan hasil refleksi terhadap kondisi umat islam pada zamannya. Kelompok intelektual tersebut antara lain adalah:
a.       Ibnu Maskawaih
b.      Ibn Sina
c.       Ibn Khaldum
d.      Muhammad Abdus Ibn Hasan Khairuddin
e.       Ismail Raji al-Faruqi

A.     Perkembangan Ilmu di Dunia Islam
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sejak kemunculan agama Islam itu sendiri yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh presepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis. Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada dipangkuan peradaban Islam. Dalam lapangan kedokteran,  Al-awi karya al-Razi merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran. Ibnu Sina menulis buku-buku kedokteran. Al-Khawarizmi menyusun buku aljabar tahun 825 M. Selain disiplin ilmu diatas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat.
Pada zaman itu Islam juga menjadi pemimpin di bidang Ilmu Alam. Istilah zenith, nadir, dan azimut membuktikan hal itu. Sumbangan Sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu:
a.       Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani, menyebarluaskan sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
b.      Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan,
c.       Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.

B.     Peranan Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophist (500-400 SM) adalah socrates (469-399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427-457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384-322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Sepeninggal al-Kindi, muncul  filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Spanyol Islam telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Kemajuan-kemajuan umat Islam ini bertahan hingga beberapa abad sebelum akhirnya meredup seiring dengan runtuhnya dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari Negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa. Meskipun kelahiran ilmu pengetahuan bersumber dari Yunani Kuno, namun perkembangannya justru dimulai sejak masa keemasan dunia Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan sekarang. Ada semacam upaya penghapusan jejak hasil peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan ilmuan muslim yang pernah menorehkan keilmuan yang begitu  gemilang.


EPISTEMOLOGI BAYANI, BURHANI, DAN IRFANI

PINTU V
EPISTEMOLOGI BAYANI, BURHANI, DAN IRFANI

            Epistemologi berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata yakni episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos bermakna pengetahuan, Oleh karena itu epistemology itu disebut teori pengetahuan (Theory of knowledge), dimana dalam bahasa Arab disebut Nazhriyah al’Ma’rifah.
            Epistemologi membahas tentang hakikat pengetahuan dan dalam hal ini terbagi kepada dua aliran yakni, realisme dan idealisme. Namun ada beberapa penjelasan tentang hakikat pengetahuan ini sendiri. Realisme menyatakan hakikat pengetahuan adalahapa yang ada dalam gambar atau copy yang sebenernya dari alam nyata. Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah copy asli yang terdapat diluar akal. Pengetahuan menurut teori ini sesuai dengan kenyataan. Sedangkan idealisme menganggap pengetahuan itu adalah gambar menurut pendapat atau penglihatan. Pengetahuan tidak mengambarkan yang sebenarnya karena pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan adalah mustahil.


A.     EPISTEMOLOGI BAYANI
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi, dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks.
1.                  Sumber Pengetahuan Bayani
Meski menggunakan metode rasional, filsafat seperti digagas syahtibi, epistemology bayani tetap berpijak pada teks (nash). Dalam ushul al-fiqh, yang dimaksud nash sebagai sumber pengetahuan bayani adalah al-qur’an dan as-sunnah.
2. Metode dan Pendekatan yang Digunakan dalam Bayani
-          Metode Qiyas
-          Metode Istibath/Istidlal
3.      Pendukung dan Validitas Keilmuan Bayani
-          Pendukung Keilmuwan Bayani : Corak epistemology bayani didukung oleh pola piker kaum teolog/ahli kalam, ahli fiqh dan ahli bahasa. Pola piker tekstual bayani lebih dominan secara politis dann membentuk corak pemikiran keislaman yang hegemonik.
-          Validitas Keilmuan Bayani          : Validitas keilmuan bayani tergantung pada pendekatan dan keserupaan teks atau nash dan realitas. Otoritas teks dan otoritas salaf yang dibakukan dalam kaidah-kaidah metodologi ushul fiqh klasik lebih diunggulkan daripada sumber otoritas keilmuan yang lain seperti ilmu-ilmu kealaman (kauniyah), akal (aqliyah), dan intuisi (wijdaniyah).


B.     EPISTEMOLOGI BURHANI

Al-Burhani (demostrative), secara sederhana, bisa diartikan sebagai suatu aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qadliyah) melalui pendekatan deduktif (al-istintaj) dengan mengaitkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik (badhihi).
1.                  Pengertian Burhani
Secara Umum  : Aktifitas nalar yang merupakan kebenaran dari suatu premis. Dalam perspektif logika (al-mantiq) : Aktifitas berpikir untuk menetapkan kebenaran suatu premis melalui metode penyimpulan (al-istintaj).
2.                  Karakteristik Epistemologi Burhani
Setiap ilmu burhani berpola dari nalar burhani dan nalar burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat akali terhadap realitas sehingga munculnya makna, sedang makna sendiri butuh aktualisasi sebagai upaya untuk bisa dipahami dan dimengerti, sehingga disinilah ditempatkan kata-kata. Untuk mendapatkan sebuahn pengetahuan, burhani menggunakan aturan silogisme yang merupakan salah satu ajaran penting dalam logika Aristoteles. Secara istilah silogisme adalah suatu bentuk argument dimana dua proposisi yang disebut premis dirujukan bersama dengan sedemikian rupa sehingga sebuah keputusan (konklusi) pasti menyertai.
Aplikasi dari bentukan silogisme ini haruslah melewati 3 tahapan yaitu tahap pengertian (ma’qulat), tahap pernyataan (ibarat) dan tahap penalaran (tahlilat).
3.                  Logika dalam Epistemologi Burhani
-Semua makhluk hidup akan mati. (Premis mayor)
-Andi adalah makhluk hidup. (Premis minor)
-Oleh karena itu Andi juga akan mati (Kesimpulan)



C.     EPISTEMOLOGI IRFANI

1.                  Pengertian Epistemologi Irfani
Irfan dari kata dasar bahasa Arab semakna dengan makrifat, berarti pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu (‘ilm). Irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman (experience), sedang ilmu menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (aql).

2.                  Sumber Asal Irfani
Pertama, kelompok yang menggap bahwa irfan islam berasal dari sumber Persia dan majusi. Kedua, kelompok yang beranggapan bahwa irfan berasal dari sumber-sumber Kristen. Ketiga, kelompok beranggapan bahwa irfan ditimba dari india. Keempat, kelompok yang menggap irfan berasal dari sumber-sumber Yunani, khususnya Neo-Platonisme dan Hermes.
3.                  Konsep Epistemologi Irfani
Pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarka analisa teks tetapi dengan olah ruhanil dimana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Dengan demikian pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan:
a.       Persiapan
b.      Penerimaan
c.       Pengungkapan



METODOLOGI ILMU PENGETAHUAN

PINTU IV
METODOLOGI ILMU PENGETAHUAN

a.      Pengertian Metodologi
Metode sendiri bisa diartikan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode. Berasal dari bahasa yunani yaitu Methodos. Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut istilah “Metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni methodos dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodelogi adalah metode atau cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Louay Safi mendefinisikan metodologi sebagai bidang penelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahsan tentang metode-metode yang digunakan dalam kajian fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.
b.      Unsur – unsur Metodologi
Unsur – unsur metodologi sebagaiaman telah dirumuskan oleh Anton Bakker dan Achmad Zubair dalm buku Metodeologi Penelitian Filsafat (1994), antara lain sebagai berikut :
1.      Interpretasi
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif melainkan harus bertumpuh pada evidensi objektif untuk mencapai kebenaran yang autentik. Pada dasarnya interpretasi berarti tercapainya pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari.
2.      Induksi dan Deduksi
Dikatakan oleh Beerling, setiap ilmu terdapat penggunaan metode induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris.

3.      Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur structural di lihat dalam suatu sruktur yang konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal relation.
4.      Holistis
Yaitu tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai kebenaran secara utuh, dimana objek dilihat dari interaksi dengan seluruh kenyataannya.
5.      Kesinambungan Historis
Jika ditinjau dari perkembangannya, manusia itu adalah makhluk historis. Manusia disebut demikian karena ia berkembangan dalam pengalaman dan fikiran. Dalam perkembangan pribadi itu harus dapat dipahami melalui suatu proses kesinambungan.
6.      Idealisasi
Proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
7.      Komparasi
Usaha memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Komparasi dapat diadakan dengan objek lain yang sangat dekat serupa dengan objek utama.
8.      Heuristika
Metode untuk mengatur jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya pembaharuan ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang mengacu.
9.      Analogikal
Filsafah meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antara situasi atau kasus yang lebih terbatas dengan yang lebih jelas.
10.  Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskresikan. Data yang dieksplesitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.

c.       Metodologi Ilmu Pengetahuan
Metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode- metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dengan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Metode ilmiah yang digunakan mempunyai latar belakang yaitu pengetahuan.
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam, tergantung kepada watak bahan atau problem yang diselidiki. Diantara beberapa jenis, metode observasi adalah yang paling sedikit dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Dengan metode obeservasi, pengamatan yang tepat dan objektif adalah mutlak dalam ilmu pengetahuan. Dengan metode ilmiah akan diperoleh pengetahuan yang kebenarannya dapat diandalkan, sebab metode ilmiah menuntut urutan kerja yang objektif, sistematik, dan rasional.
Metode ilmiah sendiri harus berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, mengembangkan analisa, menghasilkan solusi untuk menyelesaikan masalah, dan menghasilkan keputusan yang objektif.
·         Keunggulan metode ilmiah
Penerapan metode ilmiah di setiap penyelesaian masalah dapat melatih kebiasaan berpikir yang sistematis, logis, dan analitis.
·         Keterbatasan metode ilmiah
Adanya kelemahan panca indera maupun keterbatasan peralatan. Sulit untuk memilih fakta yang benar-benar berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan.
Meskipun metode ilmiah memiliki keunggulan dan keterbatasan didalamnya, para ilmuwan seharusnya bisa memilih mana yang harus diperhatikan dari kekurangan metode ilmiah itu sendiri agar hasil bisa mencapai yang diinginkan dari kekeliruan yang bisa saja terjadi didalamnya dapat diminimalisir. Metode ilmiah menghasilkan ilmu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
d.      Susunan Ilmu Pengetahuan
Definisi ilmu bagaikan bangunan yang tersusun oleh batu bata. Unsur – unsur dasarnya tidak dapat dipenuhi secara langsung dari alam sekitar tetapi melewati observasi.
Definisi dilakukan melalui penjelasan istilah yang belum diketahui dengan memakai istilah – istilah yang sudah diketahui. Istilah yang perlu didefinisikan disebut definiendum, yang mendefinisikan definiens. Secara metodologis, definisi memajukan bahas ilmiah. Atau dalam lingkup ilmu, definisi mengubah data observasi menjadi data yang dapat dirumuskan secara lebih teoritis. Pengertian – pengertian dalam ilmu. Dalam struktur struktur limas ilmu, ada lima asas yaitu observasi, empiris, istilah terbuat, istilah timbrung, dan istilah teoritis.
e.       Langkah –langkah dalam Ilmu Pengetahuan
1.      Merumuskan Masalah
2.      Mengumpulkan data
3.      Merumuskan hipotesis
4.      Membuat analisis untuk mendapatkan kesimpulan
5.      Penarikan kesimpulan
f.        Objektivitas Ilmu Pengetahuan dan Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah.

Secara bahasa objektivitas dapat dipahami sebagai sebuah sikap yang menggambarkan adanya kejujuran, bebas dari pengaruh pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dan lain-lain, khususnya dalam upaya untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan. Dalam konteks keilmuan objektivitas hanya dapat diakui jika dan hanya jika melalui prosedur yang abash berdasarkan konsep metode ilmiah maka penemuan tersebut bisa disebut objektif dan jika tidak maka disebut sesuatu yang tidak objektif dan karenanya dianggap nisbi.

Rasionalisme, Empirisme dan Kritisisme

PINTU III
Rasionalisme, Empirisme dan Kritisisme
A.     Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini, kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya ada dalam pikiran kita dan hanya diperoleh dengan akal budi saja. Akal, selain bekerja karena ada bahan dari indera, juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstraks.
Dari penjabaran diatas, yaitu aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak. Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti. Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme diantaranya:
1.      Rene Descartes (1596-1650)
Arti Descrates terletak disini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada pemikiran modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul kemudian daripada dia, yaitu idealisme dan positivisme.
2.      Gootfried Eihelm Von Leibniz
Metafisikannya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Substabsi pada Leibniz ialah prinsip akal yang mencukupi, yang sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”.
3.      Blaise Pascal
Filsafat Pascal mewujudkan suatu dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di dalam realitas hidup manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu: tertib bendawi, tertib rohani, dan tertib kasih.
4.      Spinoza
Ajaran Spinoza di bidang metafisika menunjukkan kepada suatu ajaran monistis yang logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu substansi tunggal.

B.     Empirisme
kata ini berasal dari kata Yunani empeirisko artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
John Locke, bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu:
1.      Kesan-kesan (impression)
2.      Ide-ide (ideas)
Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah:
1.      Francis Bacon (1210-1292 M)
2.      Thomas Hobbes (1588-1679 M)
3.      John Locke (1632-1704 M)
4.      David Hume (1711-1776 M)
5.      Herbert Spencer (1820-1903 M)
Jadi, dalam empirisme sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu sebatas ide yang kabur. Namun aliran ini mempunyai banyak kelemahan, antara lain:
1.      Indera terbatas
2.      Indera menipu
3.      Objek yang menipu
4.      Berasal dari indera dan objek sekaligus.


C.     Kritisisme
Aliran ini dimulai di inggris, kemudian prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh eropa, terutama di Jerman. Dijerman pertentangan antara aliran rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
            Pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dicoba untuk diselesaikan oleh Kant dengan kritisismenya. Adapun ciri-ciri kritisisme diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek bukan pada objek.
b.      Menegaskan keterbatasn kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikiat sesuatu.
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme dangat bertolak belakang. Immanuel Kant mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme. Untuk itulah ia menulis 3 buku yang berjudul:
1.      Kritik der Rainen Vernuft (kritik atas rasio murni)
2.      Kritik der Urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan)
3.      Kritik rasio praktis
Menurut Kant, dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenali gejala-gejala yang merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luas dengan bentuk ruang dan waktu. Melalui filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan.
Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman. Dan berikut kami paparkan kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya:
1.      Kritik Terhadap Rasionalisme
dalam hal ini ada tiga macam kritik yang dilontarkan Kant yaitu:
a.      Critique of Pure Reason (kritik atas rasio murni)
Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.
b.      Critique of Practical Reason (kritik atas rasio praktis)
Disamping rasio murni terdapat apa yang disebut rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita.
c.       Critique of judgment atau kritik atas daya pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio murni dan” kritik atas rasio praktis adalah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkah laku manusia. Maksud dari kritik of judgement ialah mengerti ke dua persesuaian ke dua lapangan ini.

Bentuk lain dari dari kritik terhadap rasionalisme adalah sebagai berikut:
1.      Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
2.      Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
3.      Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini.

2.      Kritik terhadap Empirisme
Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
a.       Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan panca indera.
b.      Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
c.       Empirisme tidak memberikan kita kepastian.

3.      Kombinasi antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian ini, karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data inderawi.